Pakaian Adat Jawa Tengah

Pakaian Adat Jawa Tengah

Kebaya Jawa Tengah

Banyak daerah yang menggunakan kebaya sebagai pakaian adat masing-masing yang dikhususkan untuk para wanita. Sebut saja Kebaya Rancongan dari Madura, Kebaya Sunda dari Sunda, Kebaya Betawi dari Betawi, dan lainnya. Sementara itu, istilah kebaya sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Arab Abaya yang berarti pakaian.

Kebaya Jawa Tengah tentunya memiliki keunikan tersendiri. Dengan tampilan yang tampak klasik namun berkelas, kebaya Jawa Tengah sedikit menyimpan kesan misterius. Kebaya Jawa Tengah seringkali digunakan oleh mempelai wanita dalam acara pernikahan.

Agar tampak mewah dan muncul aura ratu, bahan yang dipilih merupakan bahan beludru atau kain sutera. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari, kain yang digunakan adalah kain katun atau bahkan nilon tipis agak transparan yang dihiasi dengan sulaman atau bordiran.

Namun demikian, kebaya ini juga sering digunakan acara wisuda, acara adat, menyambut kedatangan tamu, dan peringatan hari besar.

Pada umumnya kebaya ini berwarna hitam. Untuk memastikan bagian dada tertutup dengan aman, wanita Jawa Tengah menggunakan kemben sebagai dalaman. Keelokan kebaya diselaraskan dengan bentuk tubuh wanita yang sedap di mata sehingga perlu stagen untuk mengencangkan bagian perut dan pinggang. Agar stagen tidak terlihat dari luar, diperlukan tapih tanjung.

Di bagian bawah, para wanita Jawa Tengah mengenakan kain panjang yang disebut jarik. Kain jarik ini bermotif batik.

Agar semakin terlihat anggun namun tegas, rambut wanita ditata berbentuk konde dengan hiasan bunga melati di atasnya. Agar semua kecantikan tersebut semakin sempurna, perlu sekali menambahkan perhiasan seperti subang, kalung, cincin, gelang, dan terkadang membawa aksesoris satu lagi, yaitu kipas.

Penjelasan di atas merupakan kebaya tradisional sesuai dengan kebaya pada masa awal. Untuk jaman sekarang, tidak sedikit kebaya yang didesain dengan warna yang beragam dan lebih trendi karena tingginya minat masyarakat. Terlebih saat ini sudah mulai banyak kebaya yang diperuntukkan untuk wanita berhijab, tentu memerlukan penyesuaian agar dapat menutup aurat dengan sempurna.

Budaya memiliki filosofi tersendiri mengenai pemakaian kebaya. Kesabaran dan lemah lembut merupakan makna yang tersimpan dalam kebaya. Jika diperhatikan seksama, potongan kebaya selalu mengikuti bentuk tubuh. Artinya, perempuan Jawa diharuskan bisa menyesuaikan diri dan menjaga diri sendiri di manapun mereka berada.

Pakaian ini dulunya diperuntukkan khusus untuk anggota kerajaan yang berasal dari bangsawan ataupun abdi dalem (aparatur sipil). Sehingga tidak sembarang orang dapat memakai pakaian Surjan. Umumnya pakaian Surjan digunakan saat acara resmi berlangsung.

Baju Surjan tampak mirip dengan beskap disertai motif lurik-lurik coklat dan hitam yang id bagian depannya terdapat saku. Bawahannya merupakan kain panjang bermotif batik yang dililitkan di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki.

Sebagai penutup kepala, para pria dapat menggunakan blangkon yang terbuat dari kain batik. Kain tersebut dililitkan di kepala lalu diikat. Untuk saat ini, dapat ditemukan blangkon instan yang sudah jadi sehingga memudahkan para pria untuk mengenakannya.

Dalam tradisi Jawa, disebutkan bahwa laki-laki memiliki rambut panjang adalah aib sehingga harus ditutup dengan blangkon. Di bagian belakang blangkon dapat Anda temui tonjolan yang disebut mondolan.

Sementara itu, jika Grameds perhatikan dengan teliti, akan Anda temukan dua ikatan di bagian belakang yang melambangkan dua kalimat syahadat yang diikat dengan kuat. Artinya, hendaknya seseorang yang memakai blangkon memegang teguh pada ikatan yang kokoh, yakni ajaran Islam.

Dulunya, Kanigaran merupakan pakaian yang sering digunakan oleh para raja. Dari penampilannya saja sudah menampakkan keagungan dan kekuasaan. Namun saat ini sering digunakan untuk acara pernikahan.

Untuk pria, atasan pakaian adat Jawa Tengah satu ini berupa beskap berkerah yang terbuat dari beludru halus dan dihiasi sulaman-sulaman emas di bagian depan dan kedua ujung lengan. Agar tampak mewah dan elegan ditambahkan kesan mengkilap. Sementara untuk wanita, juga mengenakan warna yang senada dengan prianya namun tanpa kerah.

Bagian bawah kanigaran adalah Dodoran atau Kampuh yang berbeda dengan kain jarik biasa. Dibandingkan dengan jarik biasa, dodotan relatif lebih berwarna. Pemakaian Dodot tidak cukup hanya dililitkan di pinggang, namun juga disampirkan di tangan.

Baca juga: Tari Jaipong

Selain pakaian Kanigaran, pakaian Basahan juga sering dipakai oleh para pengantin saat pernikahan mereka. Setelan pakaian ini merupakan warisan dari Kerajaan Mataram yang menjadi kerajaan besar di Jawa.

Penampilan Basahan sangat mencolok karena tidak memakai atasan untuk menutup tubuh bagian atas. Riasan yang digunakan ketika memakai Basahan dinamakan Paes Ageng Kanigaran. Para pria tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada.

Di bagian dada terdapat semacam kalung yang melambangkan kemewahan. Untuk bawahan, para pria menggunakan kain dodot yang menutupi pusar. Sebagai penutup kepala, pengantin pria mengenakan kuluk yang memiliki beberapa macam warna. Tidak lupa para pria membawa senjata berupa keris untuk menunjukkan kekuatan.

Sementara itu, para wanita membiarkan bahu dan dada bagian atas terbuka. Agar tetap sopan, para wanita menggunakan kemben untuk menutupi tubuh bagian atas lainnya. Sementara bawahannya, para wanita juga menggunakan Dodot.

Rambut ditata membentuk konde dan dihiasi dengan bunga-bunga di atasnya. Di lehernya juga menjuntai kalung yang indah. Baik pria maupun wanita, di kedua pangkal lengannya terdapat hiasan.

Secara keseluruhan, filosofi yang terkandung dalam pakaian ini sangat dalam. Dengan menggunakan pakaian ini, pengantin dianggap telah berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Makna tersebut disimbolkan melalui busana dan tata rias yang digunakan.

Busana Basahan mengandung harapan agar mempelai dapat menjalani rumah tangga yang harmonis, sejahtera, bahagia, dan dapat berjalan selaras dengan alam.

Buku Yang Akan Menambah Wawasanmu Tentang Pakaian Adat Jawa Tengah dan Nusantara

Bisa dikatakan, pakaian adat Jawa Tengah yang resmi adalah pakaian Jawi Jangkep. Pakaian ini didominasi oleh warna hitam pada atasannya dan digunakan oleh pria. Pasangan dari pakaian ini adalah Kebaya Jawa Tengah. Sehingga para wanita yang menyertai pasangannya saat acara resmi mengenakan pakaian Jawi Jangkep.

Pakaian ini berupa beskap hitam yang disertai motif bunga keemasan di bagian tengahnya. Beskap ini berkerah agak tinggi dan tidak memiliki lipatan. Di lehernya, pria Jawa Tengah mengenakan untaian bunga melati yang dikalungkan.

Bagian depan dan belakang sebelah bawah baju Jawi Jangkep ini sengaja dibuat tidak simetris. Bagian depan dibuat lebih panjang dibandingkan bagian belakang sebagai antisipasi untuk menyimpan keris. Peletakan keris di belakang bermakna agar manusia dapat menolak segala rupa godaan setan dan keris merupakan simbol perlawanan.

Baju Jawi Jangkep tersebut diselaraskan dengan kain jarik panjang yang dikenakan dengan cara melilitkannya di pinggang. Sebagai penyempurna, digunakan penutup kepala berupa blangkon. Arti penggunaan blangkon sendiri untuk menunjukkan bahwa laki-laki yang memakainya adalah laki-laki yang menutupi aib.

Pakaian Jawi Jangkep yang berwarna hitam digunakan untuk  acara-acara resmi. Sementara pakaian Jawi Jangkep Padintenan memiliki warna selain hitam dan biasanya digunakan dalam kegiatan sehari-hari.

Sebagai informasi tambahan, pakaian Jawi Jangkep juga dikenal dengan Piwulang Sinandhi. Kancing yang terpasang di dalam beskap memberikan isyarat agar pria Jawa Tengah selalu bertindak cermat dan penuh perhitungan dalam melakukan segala sesuatu.

Pada awalnya, beskap dan pakaian Jawi Jangkep merupakan satu kesatuan. Dengan kata lain, beskap merupakan bagian dari pakaian Jawi Jangkep. Namun seiring berjalannya waktu, beskap seringkali dipakai oleh pria secara terpisah.

Warna kain yang sering digunakan untuk membuat beskap adalah polos atau hitam. Dengan desain sederhana dan kerah lurus tanpa lipatan, model beskap dibuat tidak simetris sebagai berjaga-jaga untuk menyimpan keris.

Selama ini, dikenal empat macam jenis beskap di Jawa Tengah. Pertama, Beskap Gaya Jogja berkiblat pada pakem Keraton Yogyakarta. Kedua, Beskap Landung dengan bagian depan lebih panjang. Ketiga, Beskap Gaya Kulon yang sering digunakan di daerah Purwokerto, Tegal, Banyumas, dan daerah-daerah lain yang dekat dengan Jawa Barat. Keempat, Beskap Gaya Solo yang mengacu pada pakem  Keraton Surakarta.

Sama fungsinya seperti blankon, yaitu sebagai penutup kepala pada pria. Hanya saja, bentuk dari kuluk lebih tinggi dan strukturnya lebih kaku. Penggunaan Kuluk diselaraskan dengan pemakaian pakaian Basahan atau Kanigaran dan dulunya dipakai oleh para raja atau Sultan. Saat ini, penutup kepala ini digunakan saat acara pernikahan oleh mempelai pria.

Sama seperti Jawa Timur dan Yogyakarta, salah satu senjata tradisional Jawa Tengah adalah keris. Gagang keris dibuat menghadap ke kanan sebagai perlambang kecenderungan terhadap kebenaran. Kemudian ujung gagangnya seakan menunduk ke bawah untuk menandakan kerendahan hati manusia yang membawanya. Meskipun membawa senjata, pria yang menggunakan keris harus memiliki kerendahan hati.

Grameds, akhirnya selesai sudah pembahaan kita mengenai pakaian adat Jawa Tengah. Jika Anda mencari #SahabatTanpaBatas untuk menyegarkan dahaga akan ilmu pengetahuan, maka Gramedia siap jadi yang terdepan karena kami telah menyiapkan buku-buku terbaik untuk Anda.

Jenis, Makna, Filosofi, dan Penjelasan Pakaian Adat

Beberapa jenis pakaian adat Jawa Tengah akan kita bahas bersama di  bawah ini, Grameds. Siap-siap ya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Jawa Tengah memiliki beragam batik. Kain batik yang memiliki macam-macam motif inilah yang digunakan sebagai bahan baku pakaian adat Jawa Tengah. Batik telah dibuat sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sejarah mencatat untuk pertama kalinya batik diperdagangkan pada tahun 1586 di Surakarta.

Yang menjadikan batik semakin mahal adalah metode tulis pada pembuatan batik yang menggunakan tangan secara manual. Oleh karena itu, seseorang yang tulisan tangannya bagus dan lama dikatakan sedang “membatik”.

Agar lebih mudah memahami pakaian adat Jawa Tengah, ada baiknya kita mengenal motif-motif kain batik Jawa Tengah lebih dulu.

Digunakan oleh orang tua mempelai pengantin dalam acara pernikahan. Kain ini bermakna orang tua dan mertua dapat memberikan nasehat sekaligus doa yang baik kepada anak dan menantu agar rumah tangga mereka berlangsung dengan baik, meraih derajat yang tinggi, dan semua harapan tercapai.

Digunakan oleh orang tua saat digelar acara Mitoni, Siraman, dan Tarub. Batik ini mewakili harapan agar sang anak yang akan menikah dapat mencari nafkah dan hidup mandiri setelah menikah, bahkan bukan hanya untuk pengantin melainkan juga keturunan mereka.

Dapat digunakan oleh siapa saja dan kapan saja karena kain batik ini lazimnya digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Motif ini mengingatkan agar setiap orang senantiasa memiliki cita-cita dan tujuan hidup yang jelas sehingga selalu semangat dalam menjalani hidup.

Batik yang hanya bisa digunakan oleh kalangan bangsawan ini mewakili harapan agar pemakainya dapat memperoleh keluhuran, kedudukan, dan dijauhkan dari segala marabahaya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Batik ini juga dikhususkan untuk orang-orang yang berasal dari kalangan kerajaan. Maknanya agar manusia tidak pernah lupa dari mana ia berasal, penunjuk arah empat mata angin, dan agar dapat mengendalikan nafsu hendaknya manusia senantiasa menggunakan hati nurani dalam setiap aktivitasnya.

Selain batik-batik di atas, masih ada banyak jenis batik lainnya. Dan yang perlu diingat adalah, masing-masing motif memiliki makna. Di jaman sekarang, tidak banyak orang yang mengenakan batik disesuaikan dengan peran dan maksud pemilihan motifnya. Sebab tidak banyak orang yang memahami bahwa setiap motif ternyata memiliki filosofi yang berbeda.

Kebaya Jawa Tengah

Banyak daerah yang menggunakan kebaya sebagai pakaian adat masing-masing yang dikhususkan untuk para wanita. Sebut saja Kebaya Rancongan dari Madura, Kebaya Sunda dari Sunda, Kebaya Betawi dari Betawi, dan lainnya. Sementara itu, istilah kebaya sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Arab Abaya yang berarti pakaian.

Kebaya Jawa Tengah tentunya memiliki keunikan tersendiri. Dengan tampilan yang tampak klasik namun berkelas, kebaya Jawa Tengah sedikit menyimpan kesan misterius. Kebaya Jawa Tengah seringkali digunakan oleh mempelai wanita dalam acara pernikahan.

Agar tampak mewah dan muncul aura ratu, bahan yang dipilih merupakan bahan beludru atau kain sutera. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari, kain yang digunakan adalah kain katun atau bahkan nilon tipis agak transparan yang dihiasi dengan sulaman atau bordiran.

Namun demikian, kebaya ini juga sering digunakan acara wisuda, acara adat, menyambut kedatangan tamu, dan peringatan hari besar.

Pada umumnya kebaya ini berwarna hitam. Untuk memastikan bagian dada tertutup dengan aman, wanita Jawa Tengah menggunakan kemben sebagai dalaman. Keelokan kebaya diselaraskan dengan bentuk tubuh wanita yang sedap di mata sehingga perlu stagen untuk mengencangkan bagian perut dan pinggang. Agar stagen tidak terlihat dari luar, diperlukan tapih tanjung.

Di bagian bawah, para wanita Jawa Tengah mengenakan kain panjang yang disebut jarik. Kain jarik ini bermotif batik.

Agar semakin terlihat anggun namun tegas, rambut wanita ditata berbentuk konde dengan hiasan bunga melati di atasnya. Agar semua kecantikan tersebut semakin sempurna, perlu sekali menambahkan perhiasan seperti subang, kalung, cincin, gelang, dan terkadang membawa aksesoris satu lagi, yaitu kipas.

Penjelasan di atas merupakan kebaya tradisional sesuai dengan kebaya pada masa awal. Untuk jaman sekarang, tidak sedikit kebaya yang didesain dengan warna yang beragam dan lebih trendi karena tingginya minat masyarakat. Terlebih saat ini sudah mulai banyak kebaya yang diperuntukkan untuk wanita berhijab, tentu memerlukan penyesuaian agar dapat menutup aurat dengan sempurna.

Budaya memiliki filosofi tersendiri mengenai pemakaian kebaya. Kesabaran dan lemah lembut merupakan makna yang tersimpan dalam kebaya. Jika diperhatikan seksama, potongan kebaya selalu mengikuti bentuk tubuh. Artinya, perempuan Jawa diharuskan bisa menyesuaikan diri dan menjaga diri sendiri di manapun mereka berada.

Pakaian ini dulunya diperuntukkan khusus untuk anggota kerajaan yang berasal dari bangsawan ataupun abdi dalem (aparatur sipil). Sehingga tidak sembarang orang dapat memakai pakaian Surjan. Umumnya pakaian Surjan digunakan saat acara resmi berlangsung.

Baju Surjan tampak mirip dengan beskap disertai motif lurik-lurik coklat dan hitam yang id bagian depannya terdapat saku. Bawahannya merupakan kain panjang bermotif batik yang dililitkan di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki.

Sebagai penutup kepala, para pria dapat menggunakan blangkon yang terbuat dari kain batik. Kain tersebut dililitkan di kepala lalu diikat. Untuk saat ini, dapat ditemukan blangkon instan yang sudah jadi sehingga memudahkan para pria untuk mengenakannya.

Dalam tradisi Jawa, disebutkan bahwa laki-laki memiliki rambut panjang adalah aib sehingga harus ditutup dengan blangkon. Di bagian belakang blangkon dapat Anda temui tonjolan yang disebut mondolan.

Sementara itu, jika Grameds perhatikan dengan teliti, akan Anda temukan dua ikatan di bagian belakang yang melambangkan dua kalimat syahadat yang diikat dengan kuat. Artinya, hendaknya seseorang yang memakai blangkon memegang teguh pada ikatan yang kokoh, yakni ajaran Islam.

Dulunya, Kanigaran merupakan pakaian yang sering digunakan oleh para raja. Dari penampilannya saja sudah menampakkan keagungan dan kekuasaan. Namun saat ini sering digunakan untuk acara pernikahan.

Untuk pria, atasan pakaian adat Jawa Tengah satu ini berupa beskap berkerah yang terbuat dari beludru halus dan dihiasi sulaman-sulaman emas di bagian depan dan kedua ujung lengan. Agar tampak mewah dan elegan ditambahkan kesan mengkilap. Sementara untuk wanita, juga mengenakan warna yang senada dengan prianya namun tanpa kerah.

Bagian bawah kanigaran adalah Dodoran atau Kampuh yang berbeda dengan kain jarik biasa. Dibandingkan dengan jarik biasa, dodotan relatif lebih berwarna. Pemakaian Dodot tidak cukup hanya dililitkan di pinggang, namun juga disampirkan di tangan.

Baca juga: Tari Jaipong

Selain pakaian Kanigaran, pakaian Basahan juga sering dipakai oleh para pengantin saat pernikahan mereka. Setelan pakaian ini merupakan warisan dari Kerajaan Mataram yang menjadi kerajaan besar di Jawa.

Penampilan Basahan sangat mencolok karena tidak memakai atasan untuk menutup tubuh bagian atas. Riasan yang digunakan ketika memakai Basahan dinamakan Paes Ageng Kanigaran. Para pria tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada.

Di bagian dada terdapat semacam kalung yang melambangkan kemewahan. Untuk bawahan, para pria menggunakan kain dodot yang menutupi pusar. Sebagai penutup kepala, pengantin pria mengenakan kuluk yang memiliki beberapa macam warna. Tidak lupa para pria membawa senjata berupa keris untuk menunjukkan kekuatan.

Sementara itu, para wanita membiarkan bahu dan dada bagian atas terbuka. Agar tetap sopan, para wanita menggunakan kemben untuk menutupi tubuh bagian atas lainnya. Sementara bawahannya, para wanita juga menggunakan Dodot.

Rambut ditata membentuk konde dan dihiasi dengan bunga-bunga di atasnya. Di lehernya juga menjuntai kalung yang indah. Baik pria maupun wanita, di kedua pangkal lengannya terdapat hiasan.

Secara keseluruhan, filosofi yang terkandung dalam pakaian ini sangat dalam. Dengan menggunakan pakaian ini, pengantin dianggap telah berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Makna tersebut disimbolkan melalui busana dan tata rias yang digunakan.

Busana Basahan mengandung harapan agar mempelai dapat menjalani rumah tangga yang harmonis, sejahtera, bahagia, dan dapat berjalan selaras dengan alam.

Buku Yang Akan Menambah Wawasanmu Tentang Pakaian Adat Jawa Tengah dan Nusantara

Bisa dikatakan, pakaian adat Jawa Tengah yang resmi adalah pakaian Jawi Jangkep. Pakaian ini didominasi oleh warna hitam pada atasannya dan digunakan oleh pria. Pasangan dari pakaian ini adalah Kebaya Jawa Tengah. Sehingga para wanita yang menyertai pasangannya saat acara resmi mengenakan pakaian Jawi Jangkep.

Pakaian ini berupa beskap hitam yang disertai motif bunga keemasan di bagian tengahnya. Beskap ini berkerah agak tinggi dan tidak memiliki lipatan. Di lehernya, pria Jawa Tengah mengenakan untaian bunga melati yang dikalungkan.

Bagian depan dan belakang sebelah bawah baju Jawi Jangkep ini sengaja dibuat tidak simetris. Bagian depan dibuat lebih panjang dibandingkan bagian belakang sebagai antisipasi untuk menyimpan keris. Peletakan keris di belakang bermakna agar manusia dapat menolak segala rupa godaan setan dan keris merupakan simbol perlawanan.

Baju Jawi Jangkep tersebut diselaraskan dengan kain jarik panjang yang dikenakan dengan cara melilitkannya di pinggang. Sebagai penyempurna, digunakan penutup kepala berupa blangkon. Arti penggunaan blangkon sendiri untuk menunjukkan bahwa laki-laki yang memakainya adalah laki-laki yang menutupi aib.

Pakaian Jawi Jangkep yang berwarna hitam digunakan untuk  acara-acara resmi. Sementara pakaian Jawi Jangkep Padintenan memiliki warna selain hitam dan biasanya digunakan dalam kegiatan sehari-hari.

Sebagai informasi tambahan, pakaian Jawi Jangkep juga dikenal dengan Piwulang Sinandhi. Kancing yang terpasang di dalam beskap memberikan isyarat agar pria Jawa Tengah selalu bertindak cermat dan penuh perhitungan dalam melakukan segala sesuatu.

Pada awalnya, beskap dan pakaian Jawi Jangkep merupakan satu kesatuan. Dengan kata lain, beskap merupakan bagian dari pakaian Jawi Jangkep. Namun seiring berjalannya waktu, beskap seringkali dipakai oleh pria secara terpisah.

Warna kain yang sering digunakan untuk membuat beskap adalah polos atau hitam. Dengan desain sederhana dan kerah lurus tanpa lipatan, model beskap dibuat tidak simetris sebagai berjaga-jaga untuk menyimpan keris.

Selama ini, dikenal empat macam jenis beskap di Jawa Tengah. Pertama, Beskap Gaya Jogja berkiblat pada pakem Keraton Yogyakarta. Kedua, Beskap Landung dengan bagian depan lebih panjang. Ketiga, Beskap Gaya Kulon yang sering digunakan di daerah Purwokerto, Tegal, Banyumas, dan daerah-daerah lain yang dekat dengan Jawa Barat. Keempat, Beskap Gaya Solo yang mengacu pada pakem  Keraton Surakarta.

Sama fungsinya seperti blankon, yaitu sebagai penutup kepala pada pria. Hanya saja, bentuk dari kuluk lebih tinggi dan strukturnya lebih kaku. Penggunaan Kuluk diselaraskan dengan pemakaian pakaian Basahan atau Kanigaran dan dulunya dipakai oleh para raja atau Sultan. Saat ini, penutup kepala ini digunakan saat acara pernikahan oleh mempelai pria.

Sama seperti Jawa Timur dan Yogyakarta, salah satu senjata tradisional Jawa Tengah adalah keris. Gagang keris dibuat menghadap ke kanan sebagai perlambang kecenderungan terhadap kebenaran. Kemudian ujung gagangnya seakan menunduk ke bawah untuk menandakan kerendahan hati manusia yang membawanya. Meskipun membawa senjata, pria yang menggunakan keris harus memiliki kerendahan hati.

Grameds, akhirnya selesai sudah pembahaan kita mengenai pakaian adat Jawa Tengah. Jika Anda mencari #SahabatTanpaBatas untuk menyegarkan dahaga akan ilmu pengetahuan, maka Gramedia siap jadi yang terdepan karena kami telah menyiapkan buku-buku terbaik untuk Anda.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Penulis: Nanda Iriawan Ramadhan

Kebaya Jawa Tengah

Banyak daerah yang menggunakan kebaya sebagai pakaian adat masing-masing yang dikhususkan untuk para wanita. Sebut saja Kebaya Rancongan dari Madura, Kebaya Sunda dari Sunda, Kebaya Betawi dari Betawi, dan lainnya. Sementara itu, istilah kebaya sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Arab Abaya yang berarti pakaian.

Kebaya Jawa Tengah tentunya memiliki keunikan tersendiri. Dengan tampilan yang tampak klasik namun berkelas, kebaya Jawa Tengah sedikit menyimpan kesan misterius. Kebaya Jawa Tengah seringkali digunakan oleh mempelai wanita dalam acara pernikahan.

Agar tampak mewah dan muncul aura ratu, bahan yang dipilih merupakan bahan beludru atau kain sutera. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari, kain yang digunakan adalah kain katun atau bahkan nilon tipis agak transparan yang dihiasi dengan sulaman atau bordiran.

Namun demikian, kebaya ini juga sering digunakan acara wisuda, acara adat, menyambut kedatangan tamu, dan peringatan hari besar.

Pada umumnya kebaya ini berwarna hitam. Untuk memastikan bagian dada tertutup dengan aman, wanita Jawa Tengah menggunakan kemben sebagai dalaman. Keelokan kebaya diselaraskan dengan bentuk tubuh wanita yang sedap di mata sehingga perlu stagen untuk mengencangkan bagian perut dan pinggang. Agar stagen tidak terlihat dari luar, diperlukan tapih tanjung.

Di bagian bawah, para wanita Jawa Tengah mengenakan kain panjang yang disebut jarik. Kain jarik ini bermotif batik.

Agar semakin terlihat anggun namun tegas, rambut wanita ditata berbentuk konde dengan hiasan bunga melati di atasnya. Agar semua kecantikan tersebut semakin sempurna, perlu sekali menambahkan perhiasan seperti subang, kalung, cincin, gelang, dan terkadang membawa aksesoris satu lagi, yaitu kipas.

Penjelasan di atas merupakan kebaya tradisional sesuai dengan kebaya pada masa awal. Untuk jaman sekarang, tidak sedikit kebaya yang didesain dengan warna yang beragam dan lebih trendi karena tingginya minat masyarakat. Terlebih saat ini sudah mulai banyak kebaya yang diperuntukkan untuk wanita berhijab, tentu memerlukan penyesuaian agar dapat menutup aurat dengan sempurna.

Budaya memiliki filosofi tersendiri mengenai pemakaian kebaya. Kesabaran dan lemah lembut merupakan makna yang tersimpan dalam kebaya. Jika diperhatikan seksama, potongan kebaya selalu mengikuti bentuk tubuh. Artinya, perempuan Jawa diharuskan bisa menyesuaikan diri dan menjaga diri sendiri di manapun mereka berada.

Pakaian ini dulunya diperuntukkan khusus untuk anggota kerajaan yang berasal dari bangsawan ataupun abdi dalem (aparatur sipil). Sehingga tidak sembarang orang dapat memakai pakaian Surjan. Umumnya pakaian Surjan digunakan saat acara resmi berlangsung.

Baju Surjan tampak mirip dengan beskap disertai motif lurik-lurik coklat dan hitam yang id bagian depannya terdapat saku. Bawahannya merupakan kain panjang bermotif batik yang dililitkan di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki.

Sebagai penutup kepala, para pria dapat menggunakan blangkon yang terbuat dari kain batik. Kain tersebut dililitkan di kepala lalu diikat. Untuk saat ini, dapat ditemukan blangkon instan yang sudah jadi sehingga memudahkan para pria untuk mengenakannya.

Dalam tradisi Jawa, disebutkan bahwa laki-laki memiliki rambut panjang adalah aib sehingga harus ditutup dengan blangkon. Di bagian belakang blangkon dapat Anda temui tonjolan yang disebut mondolan.

Sementara itu, jika Grameds perhatikan dengan teliti, akan Anda temukan dua ikatan di bagian belakang yang melambangkan dua kalimat syahadat yang diikat dengan kuat. Artinya, hendaknya seseorang yang memakai blangkon memegang teguh pada ikatan yang kokoh, yakni ajaran Islam.

Dulunya, Kanigaran merupakan pakaian yang sering digunakan oleh para raja. Dari penampilannya saja sudah menampakkan keagungan dan kekuasaan. Namun saat ini sering digunakan untuk acara pernikahan.

Untuk pria, atasan pakaian adat Jawa Tengah satu ini berupa beskap berkerah yang terbuat dari beludru halus dan dihiasi sulaman-sulaman emas di bagian depan dan kedua ujung lengan. Agar tampak mewah dan elegan ditambahkan kesan mengkilap. Sementara untuk wanita, juga mengenakan warna yang senada dengan prianya namun tanpa kerah.

Bagian bawah kanigaran adalah Dodoran atau Kampuh yang berbeda dengan kain jarik biasa. Dibandingkan dengan jarik biasa, dodotan relatif lebih berwarna. Pemakaian Dodot tidak cukup hanya dililitkan di pinggang, namun juga disampirkan di tangan.

Baca juga: Tari Jaipong

Selain pakaian Kanigaran, pakaian Basahan juga sering dipakai oleh para pengantin saat pernikahan mereka. Setelan pakaian ini merupakan warisan dari Kerajaan Mataram yang menjadi kerajaan besar di Jawa.

Penampilan Basahan sangat mencolok karena tidak memakai atasan untuk menutup tubuh bagian atas. Riasan yang digunakan ketika memakai Basahan dinamakan Paes Ageng Kanigaran. Para pria tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada.

Di bagian dada terdapat semacam kalung yang melambangkan kemewahan. Untuk bawahan, para pria menggunakan kain dodot yang menutupi pusar. Sebagai penutup kepala, pengantin pria mengenakan kuluk yang memiliki beberapa macam warna. Tidak lupa para pria membawa senjata berupa keris untuk menunjukkan kekuatan.

Sementara itu, para wanita membiarkan bahu dan dada bagian atas terbuka. Agar tetap sopan, para wanita menggunakan kemben untuk menutupi tubuh bagian atas lainnya. Sementara bawahannya, para wanita juga menggunakan Dodot.

Rambut ditata membentuk konde dan dihiasi dengan bunga-bunga di atasnya. Di lehernya juga menjuntai kalung yang indah. Baik pria maupun wanita, di kedua pangkal lengannya terdapat hiasan.

Secara keseluruhan, filosofi yang terkandung dalam pakaian ini sangat dalam. Dengan menggunakan pakaian ini, pengantin dianggap telah berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Makna tersebut disimbolkan melalui busana dan tata rias yang digunakan.

Busana Basahan mengandung harapan agar mempelai dapat menjalani rumah tangga yang harmonis, sejahtera, bahagia, dan dapat berjalan selaras dengan alam.

Buku Yang Akan Menambah Wawasanmu Tentang Pakaian Adat Jawa Tengah dan Nusantara

Bisa dikatakan, pakaian adat Jawa Tengah yang resmi adalah pakaian Jawi Jangkep. Pakaian ini didominasi oleh warna hitam pada atasannya dan digunakan oleh pria. Pasangan dari pakaian ini adalah Kebaya Jawa Tengah. Sehingga para wanita yang menyertai pasangannya saat acara resmi mengenakan pakaian Jawi Jangkep.

Pakaian ini berupa beskap hitam yang disertai motif bunga keemasan di bagian tengahnya. Beskap ini berkerah agak tinggi dan tidak memiliki lipatan. Di lehernya, pria Jawa Tengah mengenakan untaian bunga melati yang dikalungkan.

Bagian depan dan belakang sebelah bawah baju Jawi Jangkep ini sengaja dibuat tidak simetris. Bagian depan dibuat lebih panjang dibandingkan bagian belakang sebagai antisipasi untuk menyimpan keris. Peletakan keris di belakang bermakna agar manusia dapat menolak segala rupa godaan setan dan keris merupakan simbol perlawanan.

Baju Jawi Jangkep tersebut diselaraskan dengan kain jarik panjang yang dikenakan dengan cara melilitkannya di pinggang. Sebagai penyempurna, digunakan penutup kepala berupa blangkon. Arti penggunaan blangkon sendiri untuk menunjukkan bahwa laki-laki yang memakainya adalah laki-laki yang menutupi aib.

Pakaian Jawi Jangkep yang berwarna hitam digunakan untuk  acara-acara resmi. Sementara pakaian Jawi Jangkep Padintenan memiliki warna selain hitam dan biasanya digunakan dalam kegiatan sehari-hari.

Sebagai informasi tambahan, pakaian Jawi Jangkep juga dikenal dengan Piwulang Sinandhi. Kancing yang terpasang di dalam beskap memberikan isyarat agar pria Jawa Tengah selalu bertindak cermat dan penuh perhitungan dalam melakukan segala sesuatu.

Pada awalnya, beskap dan pakaian Jawi Jangkep merupakan satu kesatuan. Dengan kata lain, beskap merupakan bagian dari pakaian Jawi Jangkep. Namun seiring berjalannya waktu, beskap seringkali dipakai oleh pria secara terpisah.

Warna kain yang sering digunakan untuk membuat beskap adalah polos atau hitam. Dengan desain sederhana dan kerah lurus tanpa lipatan, model beskap dibuat tidak simetris sebagai berjaga-jaga untuk menyimpan keris.

Selama ini, dikenal empat macam jenis beskap di Jawa Tengah. Pertama, Beskap Gaya Jogja berkiblat pada pakem Keraton Yogyakarta. Kedua, Beskap Landung dengan bagian depan lebih panjang. Ketiga, Beskap Gaya Kulon yang sering digunakan di daerah Purwokerto, Tegal, Banyumas, dan daerah-daerah lain yang dekat dengan Jawa Barat. Keempat, Beskap Gaya Solo yang mengacu pada pakem  Keraton Surakarta.

Sama fungsinya seperti blankon, yaitu sebagai penutup kepala pada pria. Hanya saja, bentuk dari kuluk lebih tinggi dan strukturnya lebih kaku. Penggunaan Kuluk diselaraskan dengan pemakaian pakaian Basahan atau Kanigaran dan dulunya dipakai oleh para raja atau Sultan. Saat ini, penutup kepala ini digunakan saat acara pernikahan oleh mempelai pria.

Sama seperti Jawa Timur dan Yogyakarta, salah satu senjata tradisional Jawa Tengah adalah keris. Gagang keris dibuat menghadap ke kanan sebagai perlambang kecenderungan terhadap kebenaran. Kemudian ujung gagangnya seakan menunduk ke bawah untuk menandakan kerendahan hati manusia yang membawanya. Meskipun membawa senjata, pria yang menggunakan keris harus memiliki kerendahan hati.

Grameds, akhirnya selesai sudah pembahaan kita mengenai pakaian adat Jawa Tengah. Jika Anda mencari #SahabatTanpaBatas untuk menyegarkan dahaga akan ilmu pengetahuan, maka Gramedia siap jadi yang terdepan karena kami telah menyiapkan buku-buku terbaik untuk Anda.

Pakaian Adat Jawa Tengah – Dinobatkannya batik Indonesia sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity pada tahun 2009, mendorong UNESCO untuk menegaskan kepada Indonesia agar menjaga kelestarian warisan tersebut. Sebagai provinsi yang terkenal dengan batiknya, Jawa Tengah memiliki pakaian adat berupa batik. Tapi Grameds, pakaian adat Jawa Tengah bukan hanya batik lho. Apa saja? Nah sekarang giliran kita nih bahas pakaian adat daerah ini.

Jawa Tengah memiliki budaya yang sangat erat kaitannya dengan budaya Jawa (Kejawen). Keraton Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan di Jawa Tengah. Oleh karenanya, Keraton Surakarta menjadi tujuan pagelaran seni dan budaya di provinsi ini.

Secara garis besar, budaya Jawa Tengah terbagi menjadi dua macam, yakni Jawa Banyumasan dan Jawa Pesisiran. Kebudayaan Jawa Banyumasan merupakan hasil perpaduan budaya Jawa, Cirebon, dan Sunda. Sementara itu, Budaya Jawa Pesisiran merupakan hasil dari perpaduan budaya Jawa dan Islam.

Meski terbagi menjadi dua jenis, budaya Jawa Tengah memiliki banyak kemiripan dengan DIY Yogyakarta dan Jawa Timur. Dari segi bahasa, kebiasaan masyarakat, norma, dan dialek tidak jauh beda dengan dua daerah tersebut. Wajar jika pakaian adat yang dikenakan tidak jauh berbeda dan saling memberikan pengaruh terhadap satu sama lain.

Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang masyarakatnya dikenal teguh menjaga warisan leluhur. Tradisi yang lama berlangsung tersebut dijaga dan diselaraskan dengan kemajuan jaman, bahkan kemajuan teknologi dimanfaatkan penduduknya untuk memperkenalkan budaya mereka. Batik salah satunya.

Meskipun banyak daerah yang memiliki jenis batik sendiri, tak dapat dipungkiri batik khas Jawa Tengah merupakan batik yang sering ditampilkan ke khalayak publik.

Terkait suku, tidak dapat dipungkiri bahwa etnis Jawa mempunyai jumlah yang paling banyak di tanah air. Dan jaman dahulu, pusat-pusat kejayaan Jawa banyak yang berada di Jawa Tengah. Sebut saja Kerajaan Mataram, baik Mataram Hindu maupun Mataram Islam. Keduanya berada di Jawa Tengah. Oleh sebab itu, tidak heran jika budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah menginspirasi banyak daerah-daerah lain dalam hal budaya, tak terkecuali pakaian adat.

Kebaya Jawa Tengah

Banyak daerah yang menggunakan kebaya sebagai pakaian adat masing-masing yang dikhususkan untuk para wanita. Sebut saja Kebaya Rancongan dari Madura, Kebaya Sunda dari Sunda, Kebaya Betawi dari Betawi, dan lainnya. Sementara itu, istilah kebaya sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Arab Abaya yang berarti pakaian.

Kebaya Jawa Tengah tentunya memiliki keunikan tersendiri. Dengan tampilan yang tampak klasik namun berkelas, kebaya Jawa Tengah sedikit menyimpan kesan misterius. Kebaya Jawa Tengah seringkali digunakan oleh mempelai wanita dalam acara pernikahan.

Agar tampak mewah dan muncul aura ratu, bahan yang dipilih merupakan bahan beludru atau kain sutera. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari, kain yang digunakan adalah kain katun atau bahkan nilon tipis agak transparan yang dihiasi dengan sulaman atau bordiran.

Namun demikian, kebaya ini juga sering digunakan acara wisuda, acara adat, menyambut kedatangan tamu, dan peringatan hari besar.

Pada umumnya kebaya ini berwarna hitam. Untuk memastikan bagian dada tertutup dengan aman, wanita Jawa Tengah menggunakan kemben sebagai dalaman. Keelokan kebaya diselaraskan dengan bentuk tubuh wanita yang sedap di mata sehingga perlu stagen untuk mengencangkan bagian perut dan pinggang. Agar stagen tidak terlihat dari luar, diperlukan tapih tanjung.

Di bagian bawah, para wanita Jawa Tengah mengenakan kain panjang yang disebut jarik. Kain jarik ini bermotif batik.

Agar semakin terlihat anggun namun tegas, rambut wanita ditata berbentuk konde dengan hiasan bunga melati di atasnya. Agar semua kecantikan tersebut semakin sempurna, perlu sekali menambahkan perhiasan seperti subang, kalung, cincin, gelang, dan terkadang membawa aksesoris satu lagi, yaitu kipas.

Penjelasan di atas merupakan kebaya tradisional sesuai dengan kebaya pada masa awal. Untuk jaman sekarang, tidak sedikit kebaya yang didesain dengan warna yang beragam dan lebih trendi karena tingginya minat masyarakat. Terlebih saat ini sudah mulai banyak kebaya yang diperuntukkan untuk wanita berhijab, tentu memerlukan penyesuaian agar dapat menutup aurat dengan sempurna.

Budaya memiliki filosofi tersendiri mengenai pemakaian kebaya. Kesabaran dan lemah lembut merupakan makna yang tersimpan dalam kebaya. Jika diperhatikan seksama, potongan kebaya selalu mengikuti bentuk tubuh. Artinya, perempuan Jawa diharuskan bisa menyesuaikan diri dan menjaga diri sendiri di manapun mereka berada.

Pakaian ini dulunya diperuntukkan khusus untuk anggota kerajaan yang berasal dari bangsawan ataupun abdi dalem (aparatur sipil). Sehingga tidak sembarang orang dapat memakai pakaian Surjan. Umumnya pakaian Surjan digunakan saat acara resmi berlangsung.

Baju Surjan tampak mirip dengan beskap disertai motif lurik-lurik coklat dan hitam yang id bagian depannya terdapat saku. Bawahannya merupakan kain panjang bermotif batik yang dililitkan di pinggang dan panjangnya hingga mata kaki.

Sebagai penutup kepala, para pria dapat menggunakan blangkon yang terbuat dari kain batik. Kain tersebut dililitkan di kepala lalu diikat. Untuk saat ini, dapat ditemukan blangkon instan yang sudah jadi sehingga memudahkan para pria untuk mengenakannya.

Dalam tradisi Jawa, disebutkan bahwa laki-laki memiliki rambut panjang adalah aib sehingga harus ditutup dengan blangkon. Di bagian belakang blangkon dapat Anda temui tonjolan yang disebut mondolan.

Sementara itu, jika Grameds perhatikan dengan teliti, akan Anda temukan dua ikatan di bagian belakang yang melambangkan dua kalimat syahadat yang diikat dengan kuat. Artinya, hendaknya seseorang yang memakai blangkon memegang teguh pada ikatan yang kokoh, yakni ajaran Islam.

Dulunya, Kanigaran merupakan pakaian yang sering digunakan oleh para raja. Dari penampilannya saja sudah menampakkan keagungan dan kekuasaan. Namun saat ini sering digunakan untuk acara pernikahan.

Untuk pria, atasan pakaian adat Jawa Tengah satu ini berupa beskap berkerah yang terbuat dari beludru halus dan dihiasi sulaman-sulaman emas di bagian depan dan kedua ujung lengan. Agar tampak mewah dan elegan ditambahkan kesan mengkilap. Sementara untuk wanita, juga mengenakan warna yang senada dengan prianya namun tanpa kerah.

Bagian bawah kanigaran adalah Dodoran atau Kampuh yang berbeda dengan kain jarik biasa. Dibandingkan dengan jarik biasa, dodotan relatif lebih berwarna. Pemakaian Dodot tidak cukup hanya dililitkan di pinggang, namun juga disampirkan di tangan.

Baca juga: Tari Jaipong

Selain pakaian Kanigaran, pakaian Basahan juga sering dipakai oleh para pengantin saat pernikahan mereka. Setelan pakaian ini merupakan warisan dari Kerajaan Mataram yang menjadi kerajaan besar di Jawa.

Penampilan Basahan sangat mencolok karena tidak memakai atasan untuk menutup tubuh bagian atas. Riasan yang digunakan ketika memakai Basahan dinamakan Paes Ageng Kanigaran. Para pria tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada.

Di bagian dada terdapat semacam kalung yang melambangkan kemewahan. Untuk bawahan, para pria menggunakan kain dodot yang menutupi pusar. Sebagai penutup kepala, pengantin pria mengenakan kuluk yang memiliki beberapa macam warna. Tidak lupa para pria membawa senjata berupa keris untuk menunjukkan kekuatan.

Sementara itu, para wanita membiarkan bahu dan dada bagian atas terbuka. Agar tetap sopan, para wanita menggunakan kemben untuk menutupi tubuh bagian atas lainnya. Sementara bawahannya, para wanita juga menggunakan Dodot.

Rambut ditata membentuk konde dan dihiasi dengan bunga-bunga di atasnya. Di lehernya juga menjuntai kalung yang indah. Baik pria maupun wanita, di kedua pangkal lengannya terdapat hiasan.

Secara keseluruhan, filosofi yang terkandung dalam pakaian ini sangat dalam. Dengan menggunakan pakaian ini, pengantin dianggap telah berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Makna tersebut disimbolkan melalui busana dan tata rias yang digunakan.

Busana Basahan mengandung harapan agar mempelai dapat menjalani rumah tangga yang harmonis, sejahtera, bahagia, dan dapat berjalan selaras dengan alam.

Buku Yang Akan Menambah Wawasanmu Tentang Pakaian Adat Jawa Tengah dan Nusantara

Bisa dikatakan, pakaian adat Jawa Tengah yang resmi adalah pakaian Jawi Jangkep. Pakaian ini didominasi oleh warna hitam pada atasannya dan digunakan oleh pria. Pasangan dari pakaian ini adalah Kebaya Jawa Tengah. Sehingga para wanita yang menyertai pasangannya saat acara resmi mengenakan pakaian Jawi Jangkep.

Pakaian ini berupa beskap hitam yang disertai motif bunga keemasan di bagian tengahnya. Beskap ini berkerah agak tinggi dan tidak memiliki lipatan. Di lehernya, pria Jawa Tengah mengenakan untaian bunga melati yang dikalungkan.

Bagian depan dan belakang sebelah bawah baju Jawi Jangkep ini sengaja dibuat tidak simetris. Bagian depan dibuat lebih panjang dibandingkan bagian belakang sebagai antisipasi untuk menyimpan keris. Peletakan keris di belakang bermakna agar manusia dapat menolak segala rupa godaan setan dan keris merupakan simbol perlawanan.

Baju Jawi Jangkep tersebut diselaraskan dengan kain jarik panjang yang dikenakan dengan cara melilitkannya di pinggang. Sebagai penyempurna, digunakan penutup kepala berupa blangkon. Arti penggunaan blangkon sendiri untuk menunjukkan bahwa laki-laki yang memakainya adalah laki-laki yang menutupi aib.

Pakaian Jawi Jangkep yang berwarna hitam digunakan untuk  acara-acara resmi. Sementara pakaian Jawi Jangkep Padintenan memiliki warna selain hitam dan biasanya digunakan dalam kegiatan sehari-hari.

Sebagai informasi tambahan, pakaian Jawi Jangkep juga dikenal dengan Piwulang Sinandhi. Kancing yang terpasang di dalam beskap memberikan isyarat agar pria Jawa Tengah selalu bertindak cermat dan penuh perhitungan dalam melakukan segala sesuatu.

Pada awalnya, beskap dan pakaian Jawi Jangkep merupakan satu kesatuan. Dengan kata lain, beskap merupakan bagian dari pakaian Jawi Jangkep. Namun seiring berjalannya waktu, beskap seringkali dipakai oleh pria secara terpisah.

Warna kain yang sering digunakan untuk membuat beskap adalah polos atau hitam. Dengan desain sederhana dan kerah lurus tanpa lipatan, model beskap dibuat tidak simetris sebagai berjaga-jaga untuk menyimpan keris.

Selama ini, dikenal empat macam jenis beskap di Jawa Tengah. Pertama, Beskap Gaya Jogja berkiblat pada pakem Keraton Yogyakarta. Kedua, Beskap Landung dengan bagian depan lebih panjang. Ketiga, Beskap Gaya Kulon yang sering digunakan di daerah Purwokerto, Tegal, Banyumas, dan daerah-daerah lain yang dekat dengan Jawa Barat. Keempat, Beskap Gaya Solo yang mengacu pada pakem  Keraton Surakarta.

Sama fungsinya seperti blankon, yaitu sebagai penutup kepala pada pria. Hanya saja, bentuk dari kuluk lebih tinggi dan strukturnya lebih kaku. Penggunaan Kuluk diselaraskan dengan pemakaian pakaian Basahan atau Kanigaran dan dulunya dipakai oleh para raja atau Sultan. Saat ini, penutup kepala ini digunakan saat acara pernikahan oleh mempelai pria.

Sama seperti Jawa Timur dan Yogyakarta, salah satu senjata tradisional Jawa Tengah adalah keris. Gagang keris dibuat menghadap ke kanan sebagai perlambang kecenderungan terhadap kebenaran. Kemudian ujung gagangnya seakan menunduk ke bawah untuk menandakan kerendahan hati manusia yang membawanya. Meskipun membawa senjata, pria yang menggunakan keris harus memiliki kerendahan hati.

Grameds, akhirnya selesai sudah pembahaan kita mengenai pakaian adat Jawa Tengah. Jika Anda mencari #SahabatTanpaBatas untuk menyegarkan dahaga akan ilmu pengetahuan, maka Gramedia siap jadi yang terdepan karena kami telah menyiapkan buku-buku terbaik untuk Anda.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Penulis: Nanda Iriawan Ramadhan

Pakaian Adat Jawa Tengah – Dinobatkannya batik Indonesia sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity pada tahun 2009, mendorong UNESCO untuk menegaskan kepada Indonesia agar menjaga kelestarian warisan tersebut. Sebagai provinsi yang terkenal dengan batiknya, Jawa Tengah memiliki pakaian adat berupa batik. Tapi Grameds, pakaian adat Jawa Tengah bukan hanya batik lho. Apa saja? Nah sekarang giliran kita nih bahas pakaian adat daerah ini.

Jawa Tengah memiliki budaya yang sangat erat kaitannya dengan budaya Jawa (Kejawen). Keraton Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan di Jawa Tengah. Oleh karenanya, Keraton Surakarta menjadi tujuan pagelaran seni dan budaya di provinsi ini.

Secara garis besar, budaya Jawa Tengah terbagi menjadi dua macam, yakni Jawa Banyumasan dan Jawa Pesisiran. Kebudayaan Jawa Banyumasan merupakan hasil perpaduan budaya Jawa, Cirebon, dan Sunda. Sementara itu, Budaya Jawa Pesisiran merupakan hasil dari perpaduan budaya Jawa dan Islam.

Meski terbagi menjadi dua jenis, budaya Jawa Tengah memiliki banyak kemiripan dengan DIY Yogyakarta dan Jawa Timur. Dari segi bahasa, kebiasaan masyarakat, norma, dan dialek tidak jauh beda dengan dua daerah tersebut. Wajar jika pakaian adat yang dikenakan tidak jauh berbeda dan saling memberikan pengaruh terhadap satu sama lain.

Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang masyarakatnya dikenal teguh menjaga warisan leluhur. Tradisi yang lama berlangsung tersebut dijaga dan diselaraskan dengan kemajuan jaman, bahkan kemajuan teknologi dimanfaatkan penduduknya untuk memperkenalkan budaya mereka. Batik salah satunya.

Meskipun banyak daerah yang memiliki jenis batik sendiri, tak dapat dipungkiri batik khas Jawa Tengah merupakan batik yang sering ditampilkan ke khalayak publik.

Terkait suku, tidak dapat dipungkiri bahwa etnis Jawa mempunyai jumlah yang paling banyak di tanah air. Dan jaman dahulu, pusat-pusat kejayaan Jawa banyak yang berada di Jawa Tengah. Sebut saja Kerajaan Mataram, baik Mataram Hindu maupun Mataram Islam. Keduanya berada di Jawa Tengah. Oleh sebab itu, tidak heran jika budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah menginspirasi banyak daerah-daerah lain dalam hal budaya, tak terkecuali pakaian adat.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Penulis: Nanda Iriawan Ramadhan

Pakaian Adat Jawa Tengah – Dinobatkannya batik Indonesia sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity pada tahun 2009, mendorong UNESCO untuk menegaskan kepada Indonesia agar menjaga kelestarian warisan tersebut. Sebagai provinsi yang terkenal dengan batiknya, Jawa Tengah memiliki pakaian adat berupa batik. Tapi Grameds, pakaian adat Jawa Tengah bukan hanya batik lho. Apa saja? Nah sekarang giliran kita nih bahas pakaian adat daerah ini.

Jawa Tengah memiliki budaya yang sangat erat kaitannya dengan budaya Jawa (Kejawen). Keraton Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan di Jawa Tengah. Oleh karenanya, Keraton Surakarta menjadi tujuan pagelaran seni dan budaya di provinsi ini.

Secara garis besar, budaya Jawa Tengah terbagi menjadi dua macam, yakni Jawa Banyumasan dan Jawa Pesisiran. Kebudayaan Jawa Banyumasan merupakan hasil perpaduan budaya Jawa, Cirebon, dan Sunda. Sementara itu, Budaya Jawa Pesisiran merupakan hasil dari perpaduan budaya Jawa dan Islam.

Meski terbagi menjadi dua jenis, budaya Jawa Tengah memiliki banyak kemiripan dengan DIY Yogyakarta dan Jawa Timur. Dari segi bahasa, kebiasaan masyarakat, norma, dan dialek tidak jauh beda dengan dua daerah tersebut. Wajar jika pakaian adat yang dikenakan tidak jauh berbeda dan saling memberikan pengaruh terhadap satu sama lain.

Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang masyarakatnya dikenal teguh menjaga warisan leluhur. Tradisi yang lama berlangsung tersebut dijaga dan diselaraskan dengan kemajuan jaman, bahkan kemajuan teknologi dimanfaatkan penduduknya untuk memperkenalkan budaya mereka. Batik salah satunya.

Meskipun banyak daerah yang memiliki jenis batik sendiri, tak dapat dipungkiri batik khas Jawa Tengah merupakan batik yang sering ditampilkan ke khalayak publik.

Terkait suku, tidak dapat dipungkiri bahwa etnis Jawa mempunyai jumlah yang paling banyak di tanah air. Dan jaman dahulu, pusat-pusat kejayaan Jawa banyak yang berada di Jawa Tengah. Sebut saja Kerajaan Mataram, baik Mataram Hindu maupun Mataram Islam. Keduanya berada di Jawa Tengah. Oleh sebab itu, tidak heran jika budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah menginspirasi banyak daerah-daerah lain dalam hal budaya, tak terkecuali pakaian adat.

Jenis, Makna, Filosofi, dan Penjelasan Pakaian Adat

Beberapa jenis pakaian adat Jawa Tengah akan kita bahas bersama di  bawah ini, Grameds. Siap-siap ya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Jawa Tengah memiliki beragam batik. Kain batik yang memiliki macam-macam motif inilah yang digunakan sebagai bahan baku pakaian adat Jawa Tengah. Batik telah dibuat sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sejarah mencatat untuk pertama kalinya batik diperdagangkan pada tahun 1586 di Surakarta.

Yang menjadikan batik semakin mahal adalah metode tulis pada pembuatan batik yang menggunakan tangan secara manual. Oleh karena itu, seseorang yang tulisan tangannya bagus dan lama dikatakan sedang “membatik”.

Agar lebih mudah memahami pakaian adat Jawa Tengah, ada baiknya kita mengenal motif-motif kain batik Jawa Tengah lebih dulu.

Digunakan oleh orang tua mempelai pengantin dalam acara pernikahan. Kain ini bermakna orang tua dan mertua dapat memberikan nasehat sekaligus doa yang baik kepada anak dan menantu agar rumah tangga mereka berlangsung dengan baik, meraih derajat yang tinggi, dan semua harapan tercapai.

Digunakan oleh orang tua saat digelar acara Mitoni, Siraman, dan Tarub. Batik ini mewakili harapan agar sang anak yang akan menikah dapat mencari nafkah dan hidup mandiri setelah menikah, bahkan bukan hanya untuk pengantin melainkan juga keturunan mereka.

Dapat digunakan oleh siapa saja dan kapan saja karena kain batik ini lazimnya digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Motif ini mengingatkan agar setiap orang senantiasa memiliki cita-cita dan tujuan hidup yang jelas sehingga selalu semangat dalam menjalani hidup.

Batik yang hanya bisa digunakan oleh kalangan bangsawan ini mewakili harapan agar pemakainya dapat memperoleh keluhuran, kedudukan, dan dijauhkan dari segala marabahaya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Batik ini juga dikhususkan untuk orang-orang yang berasal dari kalangan kerajaan. Maknanya agar manusia tidak pernah lupa dari mana ia berasal, penunjuk arah empat mata angin, dan agar dapat mengendalikan nafsu hendaknya manusia senantiasa menggunakan hati nurani dalam setiap aktivitasnya.

Selain batik-batik di atas, masih ada banyak jenis batik lainnya. Dan yang perlu diingat adalah, masing-masing motif memiliki makna. Di jaman sekarang, tidak banyak orang yang mengenakan batik disesuaikan dengan peran dan maksud pemilihan motifnya. Sebab tidak banyak orang yang memahami bahwa setiap motif ternyata memiliki filosofi yang berbeda.